Minggu, 05 Juni 2011

Jakarta oh Jakarta....


KH Zainuddin MZ punya cerita ironis. Katanya, orang yang paling bingung di dunia ini sekarang, adalah penduduk Jakarta. Mau naik mobil takut tabrakan. Naik kereta api tiap hari ada loko anjlok. Kapal laut? Sering tenggelam. Naik pesawat? Apalagi, ngeri sekali melihat di TV seringnya pesawat celaka. Ya sudah, akhirnya terpaksa dia berdiam saja di rumah. Eh, tidak tahunya malah tenggelam bersama rumahnya dilanda banjir. .
Begitulah yang saat ini terjadi di Jakarta. Masalah demi masalah datang silih berganti dan seakan tidak ada habisnya. Dari banjir, kemiskinan, pengangguran, korupsi, ketidakadilan, kemacetan dan sebagainya. Walaupun demikian faktanya, Jakarta mempunyai pesona yang luar biasa sehingga membuat banyak penduduk daerah berduyun-duyun datang ke Jakarta.
.Jakarta sebagai Ibukota Negara Republik Indonesia yang tercinta ini menawarkan banyak pesona. Mulai dari pendidikan yang tersedia lebih banyak pilihan dan lebih maju daripada di daerah.  Kesempatan kerja dengan banyak lapangan pekerjaan yang ada , karena Jakarta adalah pusat bisnis di Indonesia. Kemewahan dan gemerlap kotanya yang menarik minat pendatang, ibarat anai-anai yang datang mengerubungi lampu karena tertarik indahnya sinarnya. Bahkan banyak orang mengatakan apa yang tidak mungkin tidak terjadi di Jakarta.  
Jakarta memang  mempesona, akan tetapi tanpa disadari oleh penduduknya, mereka hidup dalam udara yang penuh polusi. Menurut Badan Survey Nasional, kadar polusi di Jakarta sudah pada ambang batas mengkhawatirkan (Jurnal Indonesia, Sabtu 13 Januari 2007). Bahkan air tanah yang dipergunakan penduduk Jakarta juga sudah tercemar bakteri e-coli dan timah berbahaya sehigga tidak layak untuk dikonsumsi (Jurnal Indonesia, Sabtu 13 Januari 2007).  
Selain masalah air dan udara yang ada, masalah banjir yang tiap tahun melanda Jakarta seakan tak ada penyelesaiannya. Saat ini pemerintah sedang mengerjakan proyek besar, yaitu banjir kanal timur dan banjir kanal barat. Kedua kanal yang sedang digarap dengan memakan anggaran biaya sangat besar ini diharapkan mampu mengatasi masalah banjir yang selalu menghantui Jakarta. Faktor-faktor penyebab banjir juga saat ini sedang serius digarap pemecahannya oleh pemerintah, seperti masalah sampah warga Ibukota yang merupakan salah satu penyebab banjir disamping penyebab lainnya. Pasca banjrpun warga Jakarta disibukkan dengan masalah lain. Banyak penyakit yang timbul, seperti diare, gatal-gatal, demam berdarah, lestipirosis dan masih banyak lagi. 
Selain banjir, warga Jakarta sudah akrab dengan kemacetan. Seperti kata orang-orang, bukan Jakarta kalau tidak macet. Kemacetan sering kita jumpai di mana-mana. Keadaan ini diakibatkan pertumbuhan kendaraan yang tidak seimbang dengan penyedian ruas jalan di Jakarta. Ada yang beranggapan akibat tata kota yang kurang baik dan sebagainya. Sebetulnya pemerintah daerah khusus Ibukota Jakarta sudah banyak melakukan pembenahan agar masalah kemacetan ini bisa diatasi, atau minimal dikurangi. Kita kenal ada pemberlakuan jalur three in one, ada peraturan baru tentang jadwal masuk anak sekolah lebih pagi agar mereka berangkat lebih pagi. Selain itu penyediaan sarana angkutan yang dikelola Pemerintah Daerah Jakarta seperti Busway.
Jakarta dengan banyak pesona memang membuat banyak orang berdatangan dengan harapan bisa merubah nasib mereka  agar lebih baik. Banyak orang yang bekerja di Jakarta tetapi mereka bertempat tinggal di pinggiran Jakarta, atau yang kita kenal dengan kawasan pendukung Jakarta yaitu Bogor, Depok, Tanggerang dan Bekasi. Hal ini bisa dilihat dari kenyataan yang ada, bahwa Jakarta di siang hari lebih padat daripada malam hari.
Para perantau dari daerah juga banyak berdatangan ke Jakarta. Setiap tahun jumlah penduduk Jakarta mengalami peningkatan. Mereka berduyun-duyun datang ke Ibukota ini karena berharap mendapat penghidupan yang lebih layak. Para perantau ini banyak yang tidak siap kerja, banyak yang tidak mempunyai pengalaman ataupun keahlian, maka banyak dari mereka yang akhirnya hanya menjadi penghuni jalanan Jakarta. Banyak dari para perantau yang berharap banyak di Jakarta akhirnya malah menjadi pengemis, pemulung, pengamen, pekerja seks komersial bahkan gelandangan. Apakah ada yang salah dengan Jakarta? Tentu saja tidak demikian. Terkadang banyak hal yang kompleks dan terkait dalam hal ini. Memang masalah penduduk dan penyakit masyarakat di Jakarta seperti lingkaran setan yang seakan tak pernah berhenti berputar. Pemerintah kota Jakarta juga sudah berupaya sekuat tenaga mengatasi hal ini dan tentunya diperlukan kerjasama berbagai pihak untuk mengatasi masalah yang sangat serius ini.
Tentunya ini hanya sekelumit kecil cerita tentang hidup di Jakarta. Walau banyak masalah yang membelitnya, Jakarta adalah kota yang mempesona, kota yang luar biasa, kota yang tidak pernah tidur. Jakarta adalah Ibukota Republik Indonesia, Jakarta adalah kebanggaan kita bersama. Seperti lagu Koes Plus yang terkenal, ”Ke Jakarta aku kan kembali, walaupun apa yang menghalangi. Ke Jakarta aku kan kembali, walaupun badai kan kuhadapi”. Nah ... tugas kita bagaimana membuat nyaman berada di Jakarta??

ETIKET

Etiket
Pengertian etiket dan etika sering dicampuradukkan, padahal ke­dua istilah tersebut terdapat arti yang berbeda, walaupun ada per­samaannya. Istilah etika sebagaimana dijelaskan sebelumnya adalah berkaitan dengan moral (mores), sedangkan kata etiket adalah ber­kaitan dengan nilai sopan santun, tata krama dalam pergaulan formal. Persamaannya adalah mengenai perilaku manusia secara normatif yang etis. Artinya memberikan pedoman atau norma-norma tertentu yaitu bagaimana seharusnya seseorang itu melakukan perbuatan dan tidak melakukan sesuatu perbuatan.Istilah etiket berasal dari Etiquette (Perancis) yang berarti dari awal suatu kartu undangan yang biasanya dipergunakan semasa raja-raja di Perancis mengadakan pertemuan resmi, pesta dan resepsi un­tuk kalangan para elite kerajaan atau bangsawan. 

Dalam pertemuan tersebut telah ditentukan atau disepakati berbagai peraturan atau tata krama yang harus dipatuhi, seperti cara berpakaian (tata busana), cara duduk, cara bersalaman, cara berbicara, dan cara bertamu dengan si kap serta perilaku yang penuh sopan santun dalam pergaulan formal atau resmi.Definisi etiket, menurut para pakar ada beberapa pengertian, yaitu merupakan kumpulan tata cara dan sikap baik dalam pergaulan antar manusia yang beradab. 

Pendapat lain mengatakan bahwa etiket adalah tata aturan sopan santun yang disetujui oleh masyarakat ter­tentu dan menjadi norma serta panutan dalam bertingkah lake sebagai anggota masyarakat yang baik dan menyenangkan.Menurut K. Bertens, dalam buku berjudul Etika, 1994. yaitu selain ada persamaannya, dan juga ada empat perbedaan antara etika dan etiket, yaitu secara umum­nya sebagai berikut:
  1. Etika adalah niat, apakah perbuatan itu boleh dilakukan atau tidak sesuai pertimbangan niat baik atau buruk sebagai akibatnya. Etiket adalah menetapkan cara, untuk melakukan perbuatan be­nar sesuai dengan yang diharapkan.
  2. Etika adalah nurani (bathiniah), bagaimana harus bersikap etis dan baik yang sesungguhnya timbul dari kesadaran dirinya. Etiket adalah formalitas (lahiriah), tampak dari sikap luarnya pe­nuh dengan sopan santun dan kebaikan.
  3. Etika bersifat absolut, artinya tidak dapat ditawar-tawar lagi, kalau perbuatan baik mendapat pujian dan yang salah harus mendapat sanksi.Etiket bersifat relatif, yaitu yang dianggap tidak sopan dalam suatu kebudayaan daerah tertentu, tetapi belum tentu di tempat daerah lainnya.
Etika berlakunya, tidak tergantung pada ada atau tidaknya orang lain yang hadir.Etiket hanya berlaku, jika ada orang lain yang hadir, dan jika tidak ada orang lain maka etiket itu tidak berlaku.

Norma dan Kaidah

Norma dan Kaidah
Di dalam kehidupan sehari-hari sering dikenal dengan istilah nor­ma-norma atau kaidah, yaitu biasanya suatu nilai yang mengatur dan memberikan pedoman atau patokan tertentu bagi setiap orang atau masyarakat untuk bersikap tindak, dan berperilaku sesuai dengan peraturan-peraturan yang telah disepakati bersama. Patokan atau pedoman tersebut sebagai norma (norm) atau kaidah yang merupa­kan standar yang harus ditaati atau dipatuhi (Soekanto: 1989:7).

Kehidupan masyarakat terdapat berbagai golongan dan aliran yang beraneka ragam, masing-masing mempunyai kepentingan sendiri, akan tetapi kepentingan bersama itu mengharuskan adanya ketertiban dan keamanan dalam kehidupan sehari-hari dalam bentuk peraturan yang disepakati bersama, yang mengatur tingkah laku dalam masyarakat, yang disebut peraturan hidup.Untuk memenuhi kebutuhan dan kepentingan kehidupan de­ngan aman, tertib dan damai tanpa gangguan tersebut, maka diperlu­kan suatu tata (orde=ordnung), dan tata itu diwujudkan dalam “aturan main” yang menjadi pedoman bagi segala pergaulan kehidupan sehari-hari, sehingga kepentingan masing-masing anggota masyarakat terpelihara dan terjamin. Setiap anggota masyarakat mengetahui “hak dan kewajibannya masing-masing sesuai dengan tata peraturan”, dan tata itu lazim disebut “kaedah” (bahasa Arab), dan “norma” (bahasa Latin) atau ukuran-ukuran yang menjadi pedoman, norma-norma tersebut mempunyai dua macam menurut isinya, yaitu:
  1. Perintah, yang merupakan keharusan bagi seseorang untuk ber­buat sesuatu oleh karena akibatnya dipandang baik.
  2. Larangan, yang merupakan keharusan bagi seseorang untuk tidak berbuat sesuatu oleh karena akibatnya dipandang tidak baik.Artinya norma adalah untuk memberikan petunjuk kepada ma­nusia bagaimana seseorang hams bertindak dalam masyarakat serta perbuatan-perbuatan mana yang harus dijalankannya, dan perbuatan-perbuatan mana yang harus dihindari (Kansil, 1989:81).
Norma-norma itu dapat dipertahankan melalui sanksi-sanksi, yaitu berupa ancaman hukuman terhadap siapa yang telah melanggarnya.
Tetapi dalam ke­hidupan masyarakat yang terikat oleh peraturan hidup yang disebut norma, tanpa atau dikenakan sanksi atas pelanggaran, bila seseorang melanggar suatu norma, maka akan dikenakan sanksi sesuai dengan tingkat dan sifatnya suatu pelanggaran yang terjadi, misalnya sebagai berikut:
  • Semestinya tahu aturan tidak akan berbicara sambil menghisap rokok di hadapan tamu atau orang yang dihormatinya, dan sanksinya hanya berupa celaan karena dianggap tidak sopan walaupun merokok itu tidak dilarang.Seseorang tamu yang hendak pulang, menurut tata krama harus diantar sampai di muka pintu rumah atau kantor, bila tidak maka sanksinya hanya berupa celaan karena dianggap sombong dan tidak menghormati tamunya.
  • Mengangkat gagang telepon setelah di ujung bunyi ke tiga kalinya serta mengucapkan salam, dan jika mengangkat telepon sedang berdering dengan kasar, maka sanksinya dianggap “intrupsi” ada­lah menunjukkan ketidaksenangan yang tidak sopan dan tidak menghormati si penelepon atau orang yang ada disekitarnya.
  • Orang yang mencuri barang milik orang lain tanpa sepengetahu­an pemiliknya, maka sanksinya cukup berat dan bersangkutan dikenakan sanksi hukuman, baik hukuman pidana penjara mau­pun perdata (ganti rugi).
Kemudian norma tersebut dalam pergaulan hidup terdapat empat (4) kaedah atau norma, yaitu norma agama, kesusilaan, kesopanan dan hukum . Dalam pelaksanaannya, terbagi lagi menjadi norma-norma umum (non hukum) dan norma hukum, pemberlakuan norma-norma itu dalam aspek kehidupan dapat digolongkan ke dalam dua macam kaidah, sebagai berikut:
1. Aspek kehidupan pribadi (individual) meliputi:
  • Kaidah kepercayaan untuk mencapai kesucian hidup pribadi atau kehidupan yang beriman.
  • Kehidupan kesusilaan, nilai moral, dan etika yang tertuju pada kebaikan hidup pribadi demi tercapainya kesucian hati nu-rani yang berakhlak berbudi luhur (akhlakul kharimah).
2. Aspek kehidupan antar pribadi (bermasyarakat) meliputi:
  • Kaidah atau norma-norma sopan-santun, tata krama dan etiketdalam pergaulan sehari-hari dalam bermasyarakat (pleasantliving together).
  • Kaidah-kaidah hukum yang tertuju kepada terciptanya ke­tertiban, kedamaian dan keadilan dalam kehidupan bersama atau bermasyarakat yang penuh dengan kepastian atau ketenteraman (peaceful living together).Sedangkan masalah norma non hukum adalah masalah yang cu­kup penting dan selanjutnya akan dibahas secara lebih luas mengenai kode perilaku dan kode profesi Humas/PR, yaitu seperti nilai-nilai mo­ral, etika, etis, etiket, tata krama dalam pergaulan sosial atau berma­syarakat, sebagai nilai aturan yang telah disepakati bersama, dihormati, wajib dipatuhi dan ditaati.
Norma moral tersebut tidak akan dipakai untuk menilai seorang dokter ketika mengobati pasiennya, atau dosen dalam menyampaikan materi kuliah terhadap para mahasiswanya, melainkan untuk menilai bagaimana sebagai profesional tersebut menjalankan tugas dan ke­wajibannya dengan baik sebagai manusia yang berbudi luhur, juiur, bermoral, penuh integritas dan bertanggung jawab.Terlepas dari mereka sebagai profesional tersebut jitu atau tidak dalam memberikan obat sebagai penyembuhnya, atau metodologi dan keterampilan dalam memberikan bahan kuliah dengan tepat. Dalam hal ini yang ditekankan adalah “sikap atau perilaku” mereka dalam menjalankan tugas dan fungsi sebagai profesional yang diembannya untuk saling menghargai sesama atau kehidupan manusia.

Pada akhirnya nilai moral, etika, kode perilaku dan kode etik standard profesi adalah memberikan jalan, pedoman, tolok ukur dan acuan untuk mengambil keputusan tentang tindakan apa yang akan dilakukan dalam berbagai situasi dan kondisi tertentu dalam mem­berikan pelayanan profesi atau keahliannya masing-masing. Peng­ambilan keputusan etis atau etik, merupakan aspek kompetensi dari perilaku moral sebagai seorang profesional yang telah memperhi­tungkan konsekuensinya, secara matang baik-buruknya akibat yang ditimbulkan dari tindakannya itu secara obyektif, dan sekaligus me­miliki tanggung jawab atau integritas yang tinggi. Kode etik profesi dibentuk dan disepakati oleh para profesional tersebut bukanlah di­tujukan untuk melindungi kepentingan individual (subyektif), tetapi lebih ditekankan kepada kepentingan yang lebih luas (obyektif).

ETIKA

Pengertian Etika

Pengertian Etika (Etimologi), berasal dari bahasa Yunani adalah “Ethos”, yang berarti watak kesusilaan atau adat kebiasaan (custom). Etika biasanya berkaitan erat dengan perkataan moral yang merupa­kan istilah dari bahasa Latin, yaitu “Mos” dan dalam bentuk jamaknya “Mores”, yang berarti juga adat kebiasaan atau cara hidup seseorang dengan melakukan perbuatan yang baik (kesusilaan), dan menghin­dari hal-hal tindakan yang buruk.Etika dan moral lebih kurang sama pengertiannya, tetapi dalam kegiatan sehari-hari terdapat perbedaan, yaitu moral atau moralitas untuk penilaian perbuatan yang dilakukan, sedangkan etika adalah untuk pengkajian sistem nilai-nilai yang berlaku.
Istilah lain yang iden­tik dengan etika, yaitu:
  •  Susila (Sanskerta), lebih menunjukkan kepada dasar-dasar, prinsip, aturan hidup (sila) yang lebih baik (su).
  •  Akhlak (Arab), berarti moral, dan etika berarti ilmu akhlak.
Filsuf Aristoteles, dalam bukunya Etika Nikomacheia, menjelas­kan tentang pembahasan Etika, sebagai berikut:
  • Terminius Techicus, Pengertian etika dalam hal ini adalah, etika dipelajari untuk ilmu pengetahuan yang mempelajari masalah perbuatan atau tindakan manusia.
  • Manner dan Custom, Membahas etika yang berkaitan dengan tata cara dan kebiasaan (adat) yang melekat dalam kodrat manusia (In herent in human nature) yang terikat dengan pengertian “baik dan buruk” suatu tingkah laku atau perbuatan manusia.
Pengertian dan definisi Etika dari para filsuf atau ahli berbeda dalam pokok perhatiannya; antara lain:
  1. Merupakan prinsip-prinsip moral yang termasuk ilmu tentang kebaikan dan sifat dari hak (The principles of morality, including the science of good and the nature of the right)
  2. Pedoman perilaku, yang diakui berkaitan dengan memperhatikan bagian utama dari kegiatan manusia. (The rules of conduct, recognize in respect to a particular class of human actions)
  3. Ilmu watak manusia yang ideal, dan prinsip-prinsip moral seba­gai individual. (The science of human character in its ideal state, and moral principles as of an individual)
  4. Merupakan ilmu mengenai suatu kewajiban (The science of duty) 
Macam-macam Etika
Dalam membahas Etika sebagai ilmu yang menyelidiki tentang tanggapan kesusilaan atau etis, yaitu sama halnya dengan berbicara moral (mores). Manusia disebut etis, ialah manusia secara utuh dan menyeluruh mampu memenuhi hajat hidupnya dalam rangka asas keseimbangan antara kepentingan pribadi dengan pihak yang lainnya, antara rohani dengan jasmaninya, dan antara sebagai makhluk berdiri sendiri dengan penciptanya. Termasuk di dalamnya membahas nilai­-nilai atau norma-norma yang dikaitkan dengan etika, terdapat dua macam etika (Keraf: 1991: 23), sebagai berikut:
Etika Deskriptif
Etika yang menelaah secara kritis dan rasional tentang sikap dan perilaku manusia, serta apa yang dikejar oleh setiap orang dalam hidupnya sebagai sesuatu yang bernilai. Artinya Etika deskriptif tersebut berbicara mengenai fakta secara apa adanya, yakni mengenai nilai dan perilaku manusia sebagai suatu fakta yang terkait dengan situasi dan realitas yang membudaya. Da-pat disimpulkan bahwa tentang kenyataan dalam penghayatan nilai atau tanpa nilai dalam suatu masyarakat yang dikaitkan dengan kondisi tertentu memungkinkan manusia dapat bertin­dak secara etis.
Etika Normatif
Etika yang menetapkan berbagai sikap dan perilaku yang ideal dan seharusnya dimiliki oleh manusia atau apa yang seharusnya dijalankan oleh manusia dan tindakan apa yang bernilai dalam hidup ini. Jadi Etika Normatif merupakan norma-norma yang da­pat menuntun agar manusia bertindak secara baik dan meng­hindarkan hal-hal yang buruk, sesuai dengan kaidah atau norma yang disepakati dan berlaku di masyarakat.
Dari berbagai pembahasan definisi tentang etika tersebut di atas dapat diklasifikasikan menjadi tiga (3) jenis definisi, yaitu sebagai berikut:
  • Jenis pertama, etika dipandang sebagai cabang filsafat yang khusus membicarakan tentang nilai baik dan buruk dari perilaku manusia.
  • Jenis kedua, etika dipandang sebagai ilmu pengetahuan yang membicarakan baik buruknya perilaku manusia dalam kehi­dupan bersama. Definisi tersebut tidak melihat kenyataan bahwa ada keragaman norma, karena adanya ketidaksamaan waktu dan tempat, akhirnya etika menjadi ilmu yang deskriptif dan lebih bersifat sosiologik.
  •  Jenis ketiga, etika dipandang sebagai ilmu pengetahuan yang bersifat normatif, dan evaluatif yang hanya memberikan nilai baik buruknya terhadap perilaku manusia. Dalam hal ini tidak perlu menunjukkan adanya fakta, cukup informasi, menganjurkan dan merefleksikan. Definisi etika ini lebih bersifat informatif, direktif dan reflektif.