Minggu, 23 Oktober 2011

JENIS-JENIS PERILAKU YANG MENUNJUKKAN GAIRAH ORANG-ORANG BERIMAN-2

JENIS-JENIS PERILAKU YANG MENUNJUKKAN GAIRAH ORANG-ORANG BERIMAN-2 

3.     Mengutamakan Kepentingan Agama daripada Kepentingan Mereka Sendiri
Seperti disebutkan sebelumnya, sebagian besar orang dalam masyarakat jahiliah berusaha untuk memperoleh keuntungan dari masyarakat tempat mereka tinggal melalui hubungan personal, dan bahkan dari teman-teman karibnya. Jika terjadi konflik kepentingan, mereka tidak pernah ragu untuk mendahulukan kepentingan mereka sendiri dan, dalam sekejap mata, dapat dengan mudah mengorbankan orang lain bahkan kawannya sendiri. Itu karena mereka mengutamakan diri mereka ketimbang apa pun dan siapa pun.
Namun, situasinya berbeda bagi orang-orang beriman. Mereka tidak menetapkan tujuan-tujuan individual dan dengan demikian tidak berkonsentrasi hanya pada kepentingan pribadi tetapi mempertimbangkan kepentingan orang beriman lain dan Islam. Memang, ketika kepentingan orang beriman dan Islam dipenuhi, kepentingan mereka sendiri akan terpenuhi. Mereka tidak dikuasai oleh kepentingan duniawi, tetapi yang terpenting bagi mereka dalam hidup ini ialah untuk memperoleh perilaku yang paling menyenangkan Allah, karena itulah yang akan berguna bagi mereka baik di dunia maupun di akhirat. Mereka yang memiliki jenis mentalitas ini selalu bekerja untuk kepentingan Islam dengan penuh gairah.
Pada titik ini perlu dijelaskan apa itu "kepentingan" Islam. Allah mewahyukan agama-Nya kepada semua orang sebagai petunjuk di atas jalan lurus. Menyampaikan kepada orang keyakinan dan amal agama dan kebahagiaan yang muncul dari moralitasnya ditambah dengan semua keuntungan spiritual dan materialnya merupakan kewajiban semua orang beriman. Mereka memenuhi kewajiban ini dengan memberi contoh bagaimana hidup dengan prinsip-prinsip al-Qur'an dan dengan menyampaikan kepada manusia melalui kata atau menyebarkan publikasi yang relevan. Orang beriman menganggap mengajak satu orang kepada keselamatan abadi merupakan bentuk ibadah yang penting. Ini merupakan aspek utama dari "kepentingan" Islam. Dalam bidang-bidang yang berkaitan dengan pencapaian perdamaian sosial dan individual dan pencegahan imoralitas, kesengsaraan dan ketidakadilan, orang-orang beriman mengesampingkan kepentingan mereka sendiri. Pendekatan ini diambil dari sabda Nabi Muhammad saw: "Engkau tidak akan benar-benar beriman sampai hawa nafsunya disandarkan kepada agama yang aku bawa." (An-Nawawi, Hadis No. 41).
Dalam situasi-situasi seperti itu orang beriman mungkin mencela hak mereka sendiri. Ketika mereka harus mengutamakan orang lain daripada dirinya sendiri, sebagian orang mungkin menganggapnya sebagai kesalahan konsepsi; mereka mungkin mendefinisikan sikap orang beriman ini sebagai "ketololan".
Ada sebagian orang yang berpikir sesuai dengan kondisi masyarakat dan akan berkata, "Apakah anda orang yang akan menyelamatkan dunia?" Namun, berbeda dari yang mereka bayangkan, orang beriman tidak mengabaikan kepentingan pribadi demi kepentingan akhirat; mereka mengharapkan balasan pengorbanannya dari Tuhan. Karena alasan ini mereka rela berkorban untuk Islam, menyampaikan pesan moral yang baik dan mengajak orang kepada keselamatan abadi. Allah memberikan kabar baik bahwa sebagai balasan bagi tekad kuat mereka Dia akan memberi mereka balasan yang lebih baik dan lebih tinggi. Akibatnya, seseorang yang mengesampingkan kepentingan pribadi dan memenuhi kepentingan agama sebenarnya memperoleh manfaat yang paling baik, baik di dunia maupun di akhirat. Itu karena melalui usaha sungguh-sungguh dia memperoleh keridhaan Allah dan kehidupan yang baik di dunia ini. Mengenai ini Allah berfirman:
"Barangsiapa mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan." (Q.s. an-Nahl: 97).
Kita dapat melihat perilaku orang beriman dalam kehidupan sehari-hari mereka. Sebagai contoh, orang beriman tidak ragu untuk mengesampingkan bisnis yang menguntungkannya, agar dia dapat terlibat dalam tugas lain tanpa imbalan keduniaan jika dia percaya hal itu akan lebih menyenangkan Allah. Demikian pula, dia akan mudah mengeluarkan uangnya yang telah dia simpan guna membiayai proyek amal yang dirancang untuk menyampaikan pesan-pesan moral al-Qur'an kepada umat manusia. Sebagaimana tampak dalam contoh, seorang beriman yang gigih segera mengesampingkan kepentingan pribadinya dan mengabdikan diri untuk kepentingan agama tanpa ragu.
Kesadaran seseorang untuk mengabaikan hak-haknya dalam situasi tertentu berkaitan dengan kesadarannya, bahwa apa yang dia lakukan merupakan sesuatu yang besar imbalannya dan bukan suatu kerugian. Dia mungkin mengabaikan kontrak yang menguntungkan, dan bahkan, menimbulkan kerugian material yang banyak; tetapi, dia akan memperoleh sesuatu yang jauh lebih tinggi dari itu: keridhaan Allah. Di samping itu, orang beriman tahu bahwa yang memberi dan menahan sesuatu adalah Allah. Yang memberi makanan, kekayaan, dan meningkatkan penghasilannya adalah Allah; karena itu, tak ada gunanya bersikap rakus atau cemas tentang akibatnya. Allah menyatakan bahwa sebagai imbalan bagi moral mereka yang baik dan usaha yang sungguh-sungguh, orang beriman akan memperoleh tambahan pahala:
"Bagi orang-orang yang berbuat baik, ada pahala yang terbaik (surga) dan tambahannya." (Q.s. Yunus: 26).
Lebih mengutamakan kepentingan Islam daripada kepentingan pribadi tidak terbatas pada masalah materi. Mungkin ada kepentingan untuk mengorbankan tubuh juga. Sebagai contoh, bantuan mungkin diperlukan ketika orang merasa letih, lapar atau kurang sehat. Pada waktu-waktu seperti itu, orang beriman terus memberikan bantuan tanpa menunda-nunda. Itu karena mereka menganggap pengorbanan materi atau fisik bukan merupakan suatu kesulitan melainkan kesempatan yang diciptakan oleh Allah. Ini adalah kesempatan-kesempatan yang dekat yang ditunggu oleh orang-orang beriman, yang sangat merindukan kedekatan dengan Allah dan mendapatkan ridha-Nya. Karena alasan ini, tanpa merasa sedih, mereka berpaling kepada tugas yang paling menguntungkan. Tak diragukan lagi, gairah dan tekad yang mereka tunjukkan merupakan indikasi dari iman dan keikhlasan.

4.    Komitmen untuk Menjaga Moral yang Baik
Orang yang ingin memperoleh ridha Allah dalam kehidupan di dunia ini akan memperlihatkan tekad besar untuk menjaga moral yang baik yang disukai Allah. Mereka yang tidak memiliki keimanan yang ikhlas kepada Allah dan yang tidak bersemangat untuk memperoleh ridha-Nya, akan merasa bahwa tugas itu berat. Itu disebabkan karena moral yang baik meliputi pelaksanaan secara sempurna atas kehendak dan hati nurani. Mereka yang tidak punya gairah dan semangat keimanan di hatinya tidak akan menampakkan kepekaan hati nurani dan kehendak. Konsekuensinya, mereka tidak memperlihatkan moral yang baik dalam pengertian yang sebenarnya.
Orang-orang beriman yang memeluk agama dengan gigih, sebaliknya, akan dengan senang hati menjalani kehidupan sesuai dengan prinsip moral yang dijelaskan dalam al-Qur'an dan mendapatkan kesenangan dari pengamalan itu. Kadang-kadang mungkin mereka menghadapi situasi-situasi yang menggoda, tetapi ketika mereka menolak untuk mengikuti naluri hewani, mereka merasa puas mencapai prestasi moral ini. Mereka sering menjumpai kesulitan-kesulitan dan masalah-masalah namun tetap tegar dan berani.
Menghadapi sikap agresif yang dapat memancing kemarahan, mereka sabar dan menahan diri. Mereka membalas perbuatan jahat dengan perbuatan baik. Ketika diperlakukan tidak adil, mereka lebih suka bermurah hati dan memaafkan, sekalipun mereka berada dalam posisi benar. Dalam situasi-situasi yang paling sulit dan menyusahkan pun, mereka tetap mengesampingkan kepentingannya sendiri dengan memberikan prioritas kepada keinginan orang lain, dan senang berkorban untuk orang-orang beriman lainnya. Ketika menyadari bahwa mereka berbuat kesalahan, mereka berusaha sungguh-sungguh untuk memperbaiki. Meskipun mereka mungkin dalam keadaan sangat membutuhkan, mereka tetap bersedekah kepada anak-anak yatim, orang miskin, musafir dan senantiasa taat kepada perintah Allah. Mereka selalu berbuat adil dan menunjukkan sikap jujur ketika memberikan kesaksian, bahkan ketika bertentangan dengan kepentingannya sendiri. Mereka tidak memata-matai orang lain atau berkhianat satu sama lain. Yang terpenting, mereka berpegang teguh pada nilai-nilai al-Qur'an sampai akhir hayat menjemput.
Hanya gairah keimanan memberikan kepada seseorang kemampuan untuk hidup sesuai dengan nilai-nilai al-Qur'an. Komitmen orang beriman pada nilai-nilai yang baik mencerminkan kedalaman iman mereka. Tentu saja ada saatnya ketika orang Islam berjuang melawan hawa nafsu dan ketika mereka tergoda oleh setan. Namun, hamba Allah yang bijaksana selalu menampakkan tekad untuk hidup sesuai dengan nilai-nilai moral yang akan menyenangkan Allah disebabkan oleh ketaatan kepada-Nya, dan cita-cita mereka untuk dekat dengan-Nya.

5.    Menyerahkan Diri dan Harta Mereka untuk Allah
Diri dan harta adalah dua konsep yang dianggap sangat penting oleh masyarakat jahiliah. Faktanya, bagi banyak orang diri dan harta merupakan satu-satunya tujuan kehidupan. Sepanjang hidup mereka, orang berusaha untuk memperoleh status yang dengannya mereka dapat dihormati dan bisa unggul. Dalam al-Qur'an, Allah menyuruh manusia untuk memperhatikan fakta bahwa memiliki harta dan dihormati di masyarakat adalah nafsu banyak orang-orang bodoh:
"Dijadikan indah pada pandangan manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia; dan di sisi Allahlah tempat kembali yang baik (surga)." (Q.s. Ali Imran: 14).
Dalam ayat lain Allah menyatakan bahwa harta dan status tidak lain adalah ujian:
"Kamu sungguh-sungguh akan diuji terhadap diri dan hartamu." (Q.s. 187).
Dengan nafsu yang menyala di hati, orang-orang dalam masyarakat jahiliah bercita-cita untuk memiliki harta yang banyak. Ketakutan terbesar mereka ialah kerusakan terhadap harta mereka atau sesuatu yang mereka banggakan, karena kerusakan itu akan mempengaruhi tujuan utama mereka dalam kehidupan. Karena alasan ini mereka mengorbankan segala sesuatu demi melindungi kekayaan, diri, dan kemajuan kepentingan duniawi mereka. Pandangan mereka bahwa kehidupan dunia ini, apa-apa yang ada di dalamnya dan kesenangan-kesenangannya yang menggoda, adalah lebih bernilai daripada ridha Allah, menjadi sumber sikap seperti itu.
Sebaliknya, orang-orang beriman segera mengesampingkan keuntungan material (yang diburu oleh orang-orang jahiliah) demi memperoleh ridha Allah dan surga. Mereka sadar bahwa mereka sedang diuji melalui harta dan diri mereka, dan bahwa Allah adalah pemilik sesungguhnya atas apa-apa yang diberikan di dunia ini. Akibatnya, Allah mungkin mengambil kembali apa yang telah Dia amanatkan kapan pun Dia menghendaki, karena Allah memegang kekuasaan mutlak atas segala sesuatu di alam semesta ini.
"Diri" seseorang, yang adalah tubuhnya, akhirnya akan mengalami proses kemunduran yang cepat setelah usia enam puluh atau tujuh puluh tahun, dan hartanya tidak akan memberi manfaat baginya di akhirat. Tetapi ketika seseorang menggunakan hartanya di jalan Allah, dia akan menuai kepuasan baik di dunia ini maupun di akhirat. Orang-orang beriman menyerahkan diri mereka kepada Allah, dan gairah dalam hati merekalah yang menyebabkan mereka berserah diri kepada-Nya. Dalam al-Qur'an dinyatakan sebagai berikut:
"Sesungguhnya Allah telah membeli diri dan harta orang mukmin dengan surga." (Q.s. at-Taubah: 111).
Ayat di atas ditutup dengan:
"Maka bergembiralah dengan jual beli yang telah kamu lakukan ini, dan itulah kemenangan yang besar." (Q.s. at-Taubah: 111).
Ayat ini memungkinkan orang-orang beriman untuk senantiasa mengalami kebahagiaan dan gairah di hati mereka. Ketika diperlukan, mereka dengan bersemangat menggunakan hartanya untuk tujuan yang baik guna mendapatkan ridha Allah. Mereka menggunakan diri mereka untuk berbakti kepada agama dan berbuat amal baik untuk mendapatkan ridha Allah. Tak diragukan lagi, mereka sadar bahwa kadang-kadang harta dan hidup mereka mungkin dalam bahaya, tetapi mereka menerima itu dengan senang hati karena mereka menganggap itu sebagai keuntungan dan bukan kerugian. Dalam al-Qur'an, Allah memerintahkan orang-orang beriman untuk menghadapi kesulitan dengan tawakal:
"Katakanlah, 'Sekali-kali tidak akan menimpa kami melainkan apa yang telah ditetapkan oleh Allah bagi kami. Dialah Pelindung kami, dan hanyalah kepada Allah orang-orang yang beriman harus bertawakal'." (Q.s. at-Taubah: 51).
Al-Qur'an juga menceritakan suatu kejadian yang memperlihatkan betapa bergairahnya orang beriman menyerahkan harta dan diri mereka untuk Allah. Sekelompok orang beriman di zaman Nabi Muhammad saw. dengan ikhlas berkeinginan untuk berjuang di jalan Allah, tetapi keadaan tidak memungkinkan mereka. Allah menghargai niat tulus mereka dan memaafkan mereka:
"Dan tiada dosa atas orang-orang yang apabila mereka datang kepadamu, supaya kamu memberi mereka kendaraan, lalu kamu berkata: 'Aku tidak memperoleh kendaraan untuk membawamu', lalu mereka kembali, sedang mata mereka bercucuran air mata karena kesedihan, lantaran mereka tidak memperoleh apa yang akan mereka nafkahkan." (Q.s. at-Taubah: 92).
Ini merupakan isyarat yang jelas tentang betapa tulusnya orang-orang beriman berkeinginan untuk menggunakan harta dan diri mereka di jalan Allah dan gairah yang dia rasakan untuk tujuan ini. Tak diragukan lagi, jenis pengabdian yang diberikan seorang yang beriman akan berubah sesuai dengan waktu dan situasi. Di zaman Nabi Muhammad saw. perang harus dilancarkan untuk melindungi hak-hak orang beriman. Di zaman kita sekarang ini umat Islam perlu berjuang dalam bidang intelektual, dan mengabdi dalam bidang keilmuan.
Setiap orang yang melakukan pengorbanan tulus untuk hidup sesuai dengan nilai-nilai al-Qur'an dan menyampaikan keindahan hidup seperti itu kepada orang lain, semata mengharapkan balasan dari Tuhannya. Balasan bagi mereka yang menggunakan waktu dan harta di dunia ini di jalan Allah ditegaskan dalam al-Qur'an sebagai berikut:
"Siapakah yang mau meminjamkan kepada Allah pinjaman yang baik, maka Allah akan melipatgandakan balasan pinjaman itu untuknya, dan dia akan memperoleh pahala yang banyak." (Q.s. al-Hadid: 11).

6.    Berlomba-lomba dalam Kebaikan
"Mereka beriman kepada Allah dan hari akhir, mereka menyuruh kepada yang makruf, dan mencegah dari yang munkar dan bersegera kepada amal-amal kebajikan; mereka itu termasuk orang-orang yang saleh." (Q.s. Ali Imran: 114).
"Maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan." (Q.s. al-Ma'idah: 48).
Allah memerintahkan kepada orang-orang beriman untuk berlomba-lomba dalam berbuat kebaikan. Namun berlomba-lomba ini bukanlah seperti dalam masyarakat jahiliah untuk tujuan mengalahkan orang lain. Sebaliknya, ini adalah berlomba untuk memperbanyak kebajikan dan amal. Tujuan orang-orang beriman berlomba-lomba bukanlah untuk memperoleh keuntungan dunia atau untuk mengungguli orang lain. Sebaliknya, mereka berlomba-lomba untuk taat kepada perintah Allah, untuk hidup sesuai dengan nilai-nilai yang disenangi Allah, dan untuk mencapai ridha Allah. Keterlibatan mereka dalam lomba seperti itu adalah manifestasi dari ketakutan dan iman mereka kepada Allah. Memang, usaha yang dilakukan seseorang merupakan ukuran tentang keikhlasan dan komitmennya. Dia ingin Allah ridha, memberi rahmat, dan surga, maka dia melakukan segala upaya dengan sungguh-sungguh. Dengan menggunakan akal budi, hati nurani, dan kemampuan fisiknya secara maksimal, dia berusaha untuk hidup sesuai dengan al-Qur'an dalam cara sesempurna mungkin. Allah memberi tahu kita, bahwa usaha tulus merekalah yang membuat orang-orang beriman unggul dalam pandangan Allah.
"Mereka itu bersegera untuk mendapat kebaikan-kebaikan, dan merekalah orang-orang yang segera memperolehnya." (Q.s. al-Mu'minun: 61).

7.    Sikap Nabi Zakaria dijadikan sebagai contoh:
"Maka Kami kabulkan doanya, dan Kami anugerahkan kepadanya Yahya dan Kami jadikan istrinya dapat mengandung. Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang selalu bersegera dan mengerjakan perbuatan-perbuatan yang baik dan mereka berdoa kepada Kami dengan harap dan cemas. Dan mereka adalah orang-orang yang khusyuk kepada Kami." (Q.s. al-Anbiya': 90).
Di sini, Allah meminta perhatian kita kepada fakta bahwa bersegera kepada amal kebaikan juga merupakan sifat para nabi. Sepanjang hidupnya para nabi berusaha untuk memperoleh ridha Allah, maka orang beriman menjadikan para nabi sebagai teladan.
Alasan lain orang-orang beriman berlomba-lomba untuk berbuat kebaikan ialah mereka sadar bahwa kehidupan dunia ini sangat singkat dan kematian sangat dekat. Mereka tahu kematian dapat menimpanya kapan pun, dan bahwa mereka akan merasa menyesal jika tidak berusaha sungguh-sungguh untuk memperoleh ridha Allah. Karena begitu seseorang masuk alam akhirat, mustahil untuk kembali ke alam dunia lagi untuk berlomba dalam beramal kebajikan. Dengan demikian, orang beriman berlomba-lomba dengan waktu untuk berbuat baik lebih banyak lagi, dan selama mereka masih diberi kesempatan untuk hidup di dunia ini. Mereka dengan bersemangat menggunakan setiap kesempatan untuk berbuat baik. Sebuah doa orang-orang beriman yang mukhlis dikutip dalam al-Qur'an sebagai berikut:
"Dan orang-orang yang berkata, 'Ya Tuhan kami, anugerahkan kepada kami istri-istri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati kami, dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa'." (Q.s. al-Furqan: 74). 

bersambung...

JENIS-JENIS PERILAKU YANG MENUNJUKKAN GAIRAH ORANG-ORANG BERIMANJENIS-JENIS PERILAKU YANG MENUNJUKKAN GAIRAH ORANG-ORANG BERIMAN

JENIS-JENIS PERILAKU YANG MENUNJUKKAN GAIRAH ORANG-ORANG BERIMAN 




Keunggulan orang yang memiliki keimanan yang teguh di hatinya tampak dalam setiap waktu yang dihabiskannya, setiap sikapnya, dan setiap kata yang diucapkannya. Kegairahan iman ini melahirkan kesempurnaan dalam perilaku, sehingga orang-orang beriman lainnya yang memiliki gairah yang sama di hatinya segera mengenali semangat yang dihasilkan dari keimanan dan ketaatan kepada Allah. Orang-orang yang tidak beriman juga melihat semangat, komitmen dan kekuatan spiritual orang-orang beriman. Namun, mereka tidak pernah melihat sumber komitmen ini, karena mereka tidak mengakui agama yang sejati, atau tahu bagaimana cara bersandar hanya semata kepada Allah. Meskipun orang-orang yang tidak beriman tidak dapat menunjukkan sumbernya, mereka melihat jenis karakter pemberani dari orang-orang beriman yang tidak terlihat pada orang lain.
Jenis-jenis perilaku yang menunjukkan gairah sangat penting bagi orang-orang beriman, karena mustahil untuk membuat keputusan tegas mengenai keunggulan agama lain dan kedekatannya dengan Allah. Hanya Allah yang tahu pasti mana orang yang memiliki iman yang dalam dan mana yang munafik, tetapi Dia telah memberikan petunjuk, yakni gairah dan semangat di dalam diri orang-orang beriman untuk memperoleh keridhaan Allah dan untuk hidup sesuai tuntunan agama-Nya. Dengan cara ini orang dapat dengan mudah mengidentifikasi mereka yang punya iman yang sesungguhnya, yang telah mengabdikan diri untuk Allah. Demikian pula, dia akan melihat kelemahan orang-orang yang tidak beriman, kelalaiannya sangat mencolok ketika dibandingkan dengan semangat orang-orang beriman, sebagaimana dia dapat melihat orang-orang yang kuat dan bisa diandalkan diantara orang-orang beriman. Orang-orang beriman dapat meraih kesempatan untuk memperkuat keimanan orang-orang yang memiliki semangat yang rendah.

1.    Setia kepada Allah sampai Akhir Hayat
Sepanjang hidupnya orang menjumpai berbagai peluang yang mendatangkan keuntungan material atau psikologis bagi mereka. Ketika mereka memperoleh kesempatan seperti itu, sebagian besar orang meninggalkan apa pun yang mereka anggap penting sampai waktu itu, bahkan teman karib, dengan harapan untuk memperoleh keuntungan. Tujuan-tujuan yang dengan antusias mereka kukuhi tiba-tiba menjadi tidak bermakna bagi mereka - tujuan-tujuan yang mereka telah berjanji tidak akan melepaskan bagaimanapun keadaannya. Tidak adanya kesetiaan sejati adalah penyebab sikap tak konsisten ini.
Satu-satunya orang yang hidup dengan kesetiaan sejati dalam pengertian yang sebenarnya adalah orang-orang yang percaya kepada Allah dan berjanji akan tetap setia kepada-Nya. Mereka tahu tidak ada apa pun di muka bumi yang lebih berharga daripada memperoleh keridhaan Allah, karena mereka telah paham bahwa satu-satunya yang patut ditaati ialah Allah Yang Maha Besar. Komitmen orang-orang beriman dilukiskan dalam al-Qur'an sebagai berikut:
"Diantara orang-orang mukmin itu ada orang-orang yang menepati apa yang telah mereka janjikan kepada Allah; maka diantara mereka ada yang gugur. Dan diantara mereka ada (pula) yang menunggu dan mereka sedikit pun tidak mengubah janjinya." (Q.s. al-Ahzab: 23).
"(Yaitu) orang-orang yang memenuhi janji Allah dan tidak merusak perjanjian." (Q.s. ar-Ra'd: 20).
Kesetiaan orang-orang beriman kepada Allah tampak dalam kesungguhan komitmen mereka pada Islam. Memang, tidak ada keuntungan duniawi, tidak ada kepentingan material atau lainnya dapat menggoda mereka untuk meninggalkan ketaatan dan kesetiaan mereka kepada Allah. Dan tidak ada yang lebih menarik hati mereka kecuali memperoleh ridha Allah. Kesetiaan mendorong mereka untuk terus bekerja bagi agama dan melakukan perbuatan baik dengan gairah, sebagaimana ditegaskan Allah dalam al-Qur'an:
"Katakanlah, 'Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah Tuhan semesta alam'." (Q.s. al-An'am: 162).
Dan Allah memberikan kabar gembira bahwa Dia akan memberikan balasan bagi orang yang bertakwa:
"Supaya Allah memberikan balasan kepada orang-orang yang benar itu karena kebenarannya, dan menyiksa orang munafik jika dikehendaki-Nya, atau menerima tobat mereka. Sesungguhnya Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (Q.s. al-Ahzab: 24).  

bersambung....