Selasa, 17 Mei 2011

Harapan

Di suatu siang setelah acara seminar umum, sambil melepas lelah aku duduk di teras plaza gedung yang mengadakan acara seminar itu. sambil duduk, aku memperhatikan sekeliling, manusia berlalu lalang di hadapanku. tapi mataku tertarik pada satu tempat,di bawah pohon rindang, di bangku taman.

Perempuan itu sudah separoh baya. aku perhatikan dari tadi ia hanya duduk terdiam memandangi kertas yang ada ditangannya. Tak berapa lama aku melihatnya meneteskan airmata. Penasaran aku beranjak dari dudukku dan duduklah aku  disebelahnya.
Dengan sedikit berbasa-basi, aku mulailah percakapan dengannya. barulah dia bercerita apa yang ada di hatinya.

ah.. tahukah kawan? dia memegang selembar brosur yang dibagi pas kami mendaftar di acara seminar itu. brosur dari kelompok bimbingan haji. lalu apa yang dia risaukan?

"Saya sudah mengumpulkan uang dik, rupiah demi rupiah... hasil saya jualan di pasar. saya sudah berniat pengen banget ikut naik haji dik.... tapi apalah daya, saya ini kan gak paham masalah bank... saya percaya saja pada anak saya untuk menabungkan. ternyata dik... uang saya yang harusnya cukup buat saya daftar, dihabiskan oleh anak saya... saya percaya saja kalau dia bilang sudah diuruskan, tanpa saya bertanya apa bukti dan lainnya."
sambil bercerita, si ibu meneteskan air mata, saya pun memberikan tisue untuk ibu itu.
lalu lanjutnya,"Ah.. tapi biarlah dik... saya sudah maafkan anak saya, biarlah... meski saya sedih... bagaimanapun dia tetap anak saya... walaupun dia selalu buat saya susah, ah.. saya tetap menyayangi dia dik".
"Saya hanya berharap dia berubah, saya berharap kelak dia bisa menghajikan saya".

entah kenapa perasaan aku bercampur aduk. inilah sosok ibu, orang tua, walaupun anak-anaknya sudah menyakiti dia, walaupun anak-anaknya tak berbakti, ibu selalu memafkan, selalu menaruh harapan besar pada anaknya, harapan yang baik tentunya. Ingatkah kita semua kisah pada zaman Rasulullah Saw, tentang Zulbair yang akan dibakar pada waktu sakratul maut?
Karena kasih sayang dan iba ibunyalah dia terselamatkan dari api, karena walaupun dia membuat kecewa ibunya, sang ibu tetap memaafkan dan menyayanginya.

ah ibu.... kadang kita melupakan hal-hal yang kecil sekalipun tentang ibu. Kadang kita membuat sakit hati ibu, membuat menangis, membuat sedih dsb. tapi ibu selalu tersenyum. kadang ibu marah, tapi sebetulnya marahmu ibu karena kau sayang pada kami. Karena kau tak ingin kami tersesat menghadapi hidup ini.
ah ibu.... kami sering lupa bahwa surga di telapak kakimu.....