Selasa, 17 Mei 2011

IBU… IZINKAN ANAKMU MERINDUKANMU…


Setiap kali saya mengingat ibunda, selalu hati ini dipenuhi rasa haru dan rindu. Perhatian beliau tak lekang rasanya oleh waktu dan hal apapun. Hal kecil misalnya tentang telepon misalnya, ibu terkadang sampai “marah” apabila lebih seminggu saya tidak berkirim berita. Apalagi kalau lebaran dan ketemu lebaran lagi saya tidak pulang kampung, beliau merasa tidak diperhatikan. Hal ini sungguh membuat saya malu. Karena sebagai anak, sibuk sendiri dengan urusan duniawi yang tak ada habisnya, ini membuat saya kadang lupa memperhatikan sosok ibunda tercinta.
Ibu tentu merindukan saya, amat sangat. 

ibu adalah sosok wanita tegar di mata saya. beliau berjuang sendirian membesarkan anak-anaknya yang kala suaminya, Ayah saya, meninggal di saat kami masih kecil. tak pernah kami dengar beliau mengeluh dan berputus asa dalam membesarkan dan mendidik kami.

Tentunya Anda semua adalah orang-orang yang dirindukan ibu masing-masing. Akan tetapi coba kita tengok, di panti jompo, banyak ibu-ibu renta yang tinggal dengan cerminan “balasan” kasih sayang sang anak. Saya pernah tertegun, saat bertemu dengan seorang ibu renta penghuni panti jompo. Sambil bercerita, berkali-kali dia menangis tersedu-sedu karena merasa telah “dibuang” oleh anak-anaknya. Dia bercerita, bahwa tidak pernah menyangka akhir hidupnya akan diperlakukan seperti itu. Ada sedikit kegeraman dibalik tutur katanya. Saya sadar apabila diteruskan maka akan menjadi makian dan sumpah serapah atau bahkan kutukan. Saya berpikir, alangkah kasihan anak-anaknya apabila terkena sumpah dan kutukan sang ibu. Anak-anaknya mungkin saat ini sedang menikmati hidupnya, akan tetapi tanpa sadar setiap detik ratapan dan tangis ibunya menggerogoti hidupnya, Naudzubillah. Untunglah si ibu ini segera menyadari dan terdiam, dia tersenyum seraya mengucapkan terima kasih pada saya yang mau mendengar cerita dan keluh kesahnya.

Tiba-tiba saya ingin sekali menelpon ibu saya di kampung. Saya lihat pulsa menipis, buru-buru saya cari tempat pengisian pulsa agar dapat nanti mengobrol leluasa. Ternyata handpone beliau tidak aktif. Saya coba ke adik saya juga tidak diangkat, mungkin sedang bekerja. Saya coba telepon rumah, jawaban operator sedang dalam perbaikan. Saya coba telepon kakak, rupanya tidak aktif pula. Kesal, dongkol dan cemas bercampur aduk jadi satu. Tak terasa air mata saya pun terurai di pipi. Betapa saya kuatir dengan keadaan itu. Bayangan sedang “terjadi apa-apa” di sana berkecamuk hebat. Ibu…. Maafkanlah aku….